HIDUP LEBIH BERARTI DENGAN MINIMALISME
“Kurangi
kerumitan hidup dengan membuang keinginan yang tidak diperlukan, maka pekerjaan
hidup akan berkurang dengan sendirinya” (Edwin Way Teale). Begitulah salah satu petikan dalam buku yang berjudul Chicken Soup for The Soul : The Joy of Less.
Seni hidup minimalis memang sudah sering dibahas dalam berbagai konten dan
diskusi yang bisa kita temukan di media sosial. Bahkan seperti kita tahu bahwa artis
sekelas Raditya Dika pun kini menerapkan gaya hidup minimalism. Dalam sebuah acara talkshow,
penulis kenamaan ini menyampaikan konsep minimalism
adalah bagaimana kita mempunyai kontrol untuk memilih sesuatu yang memiliki value.
Dengan berkembangnya dunia digital,
banyak platform online bermunculan. Masyarakat diberikan kemudahan akses dalam
melaksanakan proses jual beli. Tayangan
iklan pun semakin lama semakin kreatif dan menggiring masyarakat untuk bisa
membeli sebanyak-banyaknya. Terlebih lagi, ajang pamer melalui media sosial
semakin menarik minat masyarakat untuk memiliki sesuatu yang lebih dari yang
lainnya. Hal ini pun dipandang menimbulkan gaya hidup konsumerisme.
Namun, adakah di antara kita yang
merasa terbebani dengan banyaknya barang yang ada di rumah? Saya pun begitu.
Keinginan untuk memiliki banyak barang ternyata hanya berdampak sementara.
Sering tidak disadari bahwa barang-barang yang kita beli tidak memiliki nilai
guna. Nafsu saat berbelanja terkadang juga membuat lupa bahwa kita ternyata
telah memiliki barang yang mempunyai manfaat kembar dengan barang yang ada di
rumah.
Coba kita lihat di sekeliling rumah,
ada berapa banyak barang dalam setiap ruangan yang tertimbun dan tidak tertata
rapi? Misalnya saja pakaian. Sebenarnya
kita telah memiliki jaket yang hanya berfungsi untuk cuaca dingin saja. Namun
gempuran “OOTD” yang hilir mudik di feed
instagram membuat kita terbujuk rayu untuk memiliki benda dengan fungsi yang
sama namun model yang berbeda agar terlihat lebih kekinian. Alhasil, lemari
kita tertumpuk oleh beberapa jaket yang notabene memiliki ukuran besar dan
membuat ruang penyimpanan yang tidak rapi.
Sebenarnya bukan hanya barang kasat
mata saja, namun juga ada banyak hal dalam hidup ini yang jika tertumpuk akan
menjadi masalah. Hal tersebut diantaranya : pola makan, manajemen waktu,
penggunaan media digital, dan lain sebagainya. Bayangkan jika penggunaan waktu
berdasarkan apa yang kita inginkan, tentunya akan mengurangi produktivitas
kerja dan waktu yang tersedia hanya akan
sia-sia. Begitu pula dalam penggunaan barang-barang, jika kita hanya berfokus
pada hanya yang kita inginkan saja maka bisa jadi ruangan yang kita miliki
lama-lama akan berubah menjadi gudang. Akibatnya pikiran kita hanya akan
tertahan oleh barang-barang yang sebenarnya tidak memiliki nilai guna dan
menambah stress pada kehidupan.
Dalam buku Goodbye Things karya Fumio Sasaki,
minimalism dilatarbelakangi dari kehidupan di Jepang dengan lahan yang terbatas
dan mengharuskan semua orang untuk memanfaatkan ruang dengan maksimal. Fumio juga
mengajak kita berpikir bagaimana jika benda bisa bicara. Ada yang minta
diperhatikan, ada yang minta dibersihkan, dan ada juga yang minta dimainkan.
Pasti hal ini membuat kita lelah dan memerlukan banyak waktu hanya untuk
mengurus mereka. Dengan barang yang lebih sedikit maka kita memiliki banyak
waktu untuk mengerjakan hal-hal yang lebih berguna. Menurut Fumio Sasaki,
konsep minimalisme adalah dengan mengurangi jumlah kepemilikan. Kita hanya
memiliki barang-barang yang paling pokok dan hidup hanya dengan barang-barang
tersebut. Tujuannya agar kita bisa lebih fokus terhadap hal-hal yang sungguh
penting bagi hidup kita.
Sebelum kita melaksanakan gaya hidup
minimalis, ada baiknya dulu kita memahami pola pikir mengenai hidup minimalis.
Seperti apa yang dikatakan oleh Francine Jay dalam Buku berjudul Seni Hidup
Minimalis, pertama kita harus mengenal terlebih dahulu barang-barang yang kita
miliki apakah termasuk dalam kategori fungsional, dekoratif atau emosional.
Dari sana kita bisa membayangkan mana barang yang memang benar-benar kita
perlukan atau barang yang hanya memenuhi ruangan kita. Selanjutnya kita harus
menyadari bahwa barang tidak merepresentasikan diri kita, yang membuat barang
tersebut memiliki citra adalah iklan dari barang tersebut. Dengan sedikit
barang maka rasa stress kita akan menjadi sedikit akibatnya kita akan menjadi
lebih bebas.
Pola pikir hidup minimalis juga
memposisikan diri kita menjadi “penjaga pintu” artinya kita bisa memilih mana
barang yang perlu dan mana yang tidak untuk masuk ke rumah kita. Dengan begitu
kita juga bisa menyukai tanpa harus memiliki, seperti misalnya kita menyukai
lukisan, tidak berarti harus memilikinya namun yang bisa kita lakukan adalah
pergi ke museum. Hal ini tentunya bisa
menjaga kita untuk lebih memahami antara kebutuhan dengan keinginan sehingga
kita bisa mengenali kegunaan dari masing-masing barang yang kita miliki.
Dalam melaksanakan
gaya hidup minimalis kita bisa belajar dari Marie Kondo, seorang konsultan tata ruang, penulis dan penyiar acara TV Jepang.
Beberapa langkah-langkah minimalis yang bisa kita lakukan antara lain :
1.
Lebih mengedepankan kualitas daripada
kuantitas, sehingga barang-barang yang tidak memilliki nilai guna bisa
disingkirkan.
2.
Kategorikan barang sesuai
dengan jenis benda, hal ini tentunya akan membuat langkah “beberes” kita
menjadi lebih mudah.
3.
Barang-barang dipilah
berdasarkan tiga kategori antara lain :
a.
Barang yang bisa disimpan,
b.
Barang yang perlu untuk
dipikirkan,
c.
Barang yang
dibuang/didonasikan.
4.
Untuk barang yang masih
dipikirkan atau dipertimbangkan, cukup diberikan waktu selama tiga bulan. Jika
tidak memiliki nilai guna lagi maka bisa untuk disingkirkan.
5.
Letakkan barang di tempat
khusus sesuai kategorinya dengan menggunakan box yang sudah diberi label
sehingga tertata rapi dan mudah ditemukan.
6.
Setelah semua telah selesai
dilaksanakan, ada satu hal yang harus kita kendalikan yakni tidak membeli
barang apabila tidak benar-benar memerlukannya.
Hidup minimalis mengajarkan kita untuk berfokus dengan hal-hal yang
penting. Dengan barang-barang yang tertata maka akan memberi ruang untuk
mengerjakan sesuatu yang lebih produktif. Kehidupan akan menjadi lebih berarti
dengan barang-barang yang sedikit. Pola hidup minimalis tentunya memiliki
dampak yang sangat besar apabila diterapkan oleh semua orang. Ketersediaan
energi akan tercukupi karena semua hanya akan memanfaatkan sesuai dengan
kebutuhan sehingga dapat menciptakan kehidupan yang ramah lingkungan.
Komentar
Posting Komentar